Teringat akan memori tentangnya
Dua
tahun lebih menyibukkan (alias sok sibuk) di PKH. Dari tiga belas pendamping
dan satu operator, sekarang kita udah rame. Se-Kota Pekanbaru, gitu lhoh.
Plus, punya Koordinator Kota yang baru dengan SK baru. Makin semangat aja
jadinya. Bravo PKH. Makin jaya, makin
sukses, makin cepat kecipratan APBD, khusunya laptop dan sepeda motor (ngarepppp...).
Tanggal
04 November 2015 lalu, iseng-iseng buka facebook.
Pemberitahuan yang pertama muncul adalah pemberitahuan milad seorang teman. Deg,
aku terkejut. Teringat akan memori tentangnya. Bersamanya melalui hari-hari di
PKH bukanlah waktu yang singkat. Meski hanya setahun lebih, namun beratnya
perjuangan awal-awal di PKH membuat hari demi hari bagai sebuah kanvas yang
penuh dengan goresan warna-warni.
Pribadinya
yang ramah, suka bercanda, dan perhatian membuatnya cepat akrab dengan
teman-teman. Karena masih lajang, sering juga beliau digangguin teman-teman
yang lain. Apalagi di PKH Kota Pekanbaru ini ada juga seorang gadis yang belum
menikah. Maka, tak asing lagi jika seluruh teman yang sudah tidak single akan menjadi mak dan pak comblang
dadakan. Hadeuh... Dan ternyata
benar, sosok berwajah bulat itu pun tengah menyimpan bait-bait cinta pada sang
gadis. Aku tak begitu tertarik menuliskan episode bernama “sekeping hati” milik
lelaki berkulit hitam manis tersebut. Yang membuatku tertarik adalah sepenggal
kalimat “Jeruk Makan Jeruk”. Udah itu ajah. Nanti ada yang mewek. Hehehe
Pendamping
PKH Kecamatan Tampan adalah amanah yang beliau pegang sejak tahun 2013 lalu.
Ulet, itu pribadinya. Pecinta kopi hitam, itu kebiasaannya. Sensitif dan
peduli, itu sifatnya. Tak jarang KSM PKH Kecamatan Tampan mengakui hal
tersebut. Pernah satu hari ketika sedang validasi PKH tahun 2013 di Kecamatan
Rumbai, aku mencoba berekspresi layaknya pendamping lain. Melayani validasi,
memfasilitasi KSM selama validasi, bahkan meringankan tangan untuk sekadar ikut
bersih-bersih dan menata ruangan Kantor Camat yang akan digunakan sebagai
tempat validasi awal. Dengan rasa percaya diri, aku mengangkat karton berisi
aqua gelas. Tiba-tiba seseorang memanggil namaku. Aku menoleh. Ternyata dia,
sang pendamping Kecamatan Tampan.
“Tidak
usah diangkat, Ti! Aqua itu berat. Ingat kondisi tubuh. Kasian tuch dedek bayi dalam perut. Kerjakan
yang ringan-ringan saja,” pesannya sembari mengambil kotak berisi air mineral
dari genggamanku.
Aku
tersenyum dan berterima kasih. Dalam benakku hanya satu kata yang menggambarkan
sosok di hadapanku,”baik hati”. Ketika itu perutku memang sedang buncit dengan
usia kandungan mencapai delapan bulan.
Sampai
pada bulan September 2014, beliau sering sakit. Ternyata sakitnya serius.
Sampai-sampai harus menjalani operasi beberapa kali. Tahun 2015 awal, beliau
fokus pada perawatan. Lama tak berkumpul di Sekretariat UPPKH Kota Pekanbaru,
yang terdengar hanyalah kondisi kesehatannya yang mulai menurun. Hingga di
Bulan Februari, kawan-kawan PKH membesuk beliau di Rumah Sakit Bhayangkara
Jalan Kartini, Kota Pekanbaru. Seluruh peralatan medis menempel di hidung, di
perut, dan di tangan. Suhu tubuhnya juga naik drastis. Kesadarannya pun mulai down. Memasuki ruangan ICU, aku bersama
Kak Risma diminta oleh dokter jaga untuk membacakan ayat-ayat Al-Quran di dekat
beliau. Seorang dokter pun menyerahkan dua mushaf
Al-Quran kepada kami. Dalam jiwa yang rapuh, jantungku berdegup tak mengenal
ritme lagi. Tanganku gemetar. Ada satu rasa yang tak mampu terungkapkan. Kubaca
perlahan ayat kursi sambil menatap tubuhnya yang telah kurus mengering
digerogoti penyakit. Dalam lubuk hati yang teramat dalam, aku menangis. Bukan
karena menyaksikan beliau yang sedang kritis. Namun, aku menangisi diriku.
Diriku yang juga akan menemui satu masa yang telah dialami beliau, yaitu masa sakratul maut. Hanya ada dua kemungkinan
pada masa itu, malaikat menangis atau malikat tersenyum saat mencabut ruh dari
jasad.
Air
mataku mengalir deras. Istighfar
berulang-ulang kulafazkan dari lisanku yang penuh dosa. Aku menangisi
hari-hariku. Menyesali episode masa lalu yang penuh dengan kesuraman. Aku
benar-benar takut tak sempat tuk berbenah diri. Naudzubillahi min dzalik..
Setengah
jam beranjak dari Rumah Sakit, ternyata janji Allah telah sampai pada waktunya.
Beliau yang hanya kukenal kebaikannya telah mendahului menemui Rabbul Izzati. Dalam doaku, semoga Allah mengampuni segala
dosanya serta Allah beri ganjaran syurga atas segala kebaikannya. Aku merenungi
diriku. Bertanya dalam hati, kapankah giliranku kan tiba?
04 November 2015. Pemberitahuan FB
mengingatkanku padanya, Bang Dodi Herianto. Sekaligus mengingatkanku tentang
satu nasihat terbesar bernama kematian. Segala waktu yang telah berlalu, segala
lisan yang telah terucap, segala tulisan yang terangkai, segala kesilafan yang
telah terlaksana, dan kebaikan yang terpatri, segalanya takkan pernah terganti.
Segalanya telah berlalu. Milikku satu-satunya hanya detik ini. Detik demi detik
ke depan belum tentu menjadi bagian dari hidupku. Aku berserah diri pada-Mu, ya
Rabb...
Pekanbaru,
13/11/15
(Harumi)
1 comments :
Excelent....
Posting Komentar