Breaking News
Loading...
Kamis, 03 Desember 2015

Teringat akan memori tentangnya



Dua tahun lebih menyibukkan (alias sok sibuk) di PKH. Dari tiga belas pendamping dan satu operator, sekarang kita udah rame. Se-Kota Pekanbaru, gitu lhoh. Plus, punya Koordinator Kota yang baru dengan SK baru. Makin semangat aja jadinya. Bravo PKH. Makin jaya, makin sukses, makin cepat kecipratan APBD, khusunya laptop dan sepeda motor (ngarepppp...).

Tanggal 04 November 2015 lalu, iseng-iseng buka facebook. Pemberitahuan yang pertama muncul adalah pemberitahuan milad seorang teman. Deg, aku terkejut. Teringat akan memori tentangnya. Bersamanya melalui hari-hari di PKH bukanlah waktu yang singkat. Meski hanya setahun lebih, namun beratnya perjuangan awal-awal di PKH membuat hari demi hari bagai sebuah kanvas yang penuh dengan goresan warna-warni.


Pribadinya yang ramah, suka bercanda, dan perhatian membuatnya cepat akrab dengan teman-teman. Karena masih lajang, sering juga beliau digangguin teman-teman yang lain. Apalagi di PKH Kota Pekanbaru ini ada juga seorang gadis yang belum menikah. Maka, tak asing lagi jika seluruh teman yang sudah tidak single akan menjadi mak dan pak comblang dadakan. Hadeuh... Dan ternyata benar, sosok berwajah bulat itu pun tengah menyimpan bait-bait cinta pada sang gadis. Aku tak begitu tertarik menuliskan episode bernama “sekeping hati” milik lelaki berkulit hitam manis tersebut. Yang membuatku tertarik adalah sepenggal kalimat “Jeruk Makan Jeruk”. Udah itu ajah. Nanti ada yang mewek. Hehehe

Pendamping PKH Kecamatan Tampan adalah amanah yang beliau pegang sejak tahun 2013 lalu. Ulet, itu pribadinya. Pecinta kopi hitam, itu kebiasaannya. Sensitif dan peduli, itu sifatnya. Tak jarang KSM PKH Kecamatan Tampan mengakui hal tersebut. Pernah satu hari ketika sedang validasi PKH tahun 2013 di Kecamatan Rumbai, aku mencoba berekspresi layaknya pendamping lain. Melayani validasi, memfasilitasi KSM selama validasi, bahkan meringankan tangan untuk sekadar ikut bersih-bersih dan menata ruangan Kantor Camat yang akan digunakan sebagai tempat validasi awal. Dengan rasa percaya diri, aku mengangkat karton berisi aqua gelas. Tiba-tiba seseorang memanggil namaku. Aku menoleh. Ternyata dia, sang pendamping Kecamatan Tampan.
         
“Tidak usah diangkat, Ti! Aqua itu berat. Ingat kondisi tubuh. Kasian tuch dedek bayi dalam perut. Kerjakan yang ringan-ringan saja,” pesannya sembari mengambil kotak berisi air mineral dari genggamanku.

Aku tersenyum dan berterima kasih. Dalam benakku hanya satu kata yang menggambarkan sosok di hadapanku,”baik hati”. Ketika itu perutku memang sedang buncit dengan usia kandungan mencapai delapan bulan.

Sampai pada bulan September 2014, beliau sering sakit. Ternyata sakitnya serius. Sampai-sampai harus menjalani operasi beberapa kali. Tahun 2015 awal, beliau fokus pada perawatan. Lama tak berkumpul di Sekretariat UPPKH Kota Pekanbaru, yang terdengar hanyalah kondisi kesehatannya yang mulai menurun. Hingga di Bulan Februari, kawan-kawan PKH membesuk beliau di Rumah Sakit Bhayangkara Jalan Kartini, Kota Pekanbaru. Seluruh peralatan medis menempel di hidung, di perut, dan di tangan. Suhu tubuhnya juga naik drastis. Kesadarannya pun mulai down. Memasuki ruangan ICU, aku bersama Kak Risma diminta oleh dokter jaga untuk membacakan ayat-ayat Al-Quran di dekat beliau. Seorang dokter pun menyerahkan dua mushaf Al-Quran kepada kami. Dalam jiwa yang rapuh, jantungku berdegup tak mengenal ritme lagi. Tanganku gemetar. Ada satu rasa yang tak mampu terungkapkan. Kubaca perlahan ayat kursi sambil menatap tubuhnya yang telah kurus mengering digerogoti penyakit. Dalam lubuk hati yang teramat dalam, aku menangis. Bukan karena menyaksikan beliau yang sedang kritis. Namun, aku menangisi diriku. Diriku yang juga akan menemui satu masa yang telah dialami beliau, yaitu masa sakratul maut. Hanya ada dua kemungkinan pada masa itu, malaikat menangis atau malikat tersenyum saat mencabut ruh dari jasad.

Air mataku mengalir deras. Istighfar berulang-ulang kulafazkan dari lisanku yang penuh dosa. Aku menangisi hari-hariku. Menyesali episode masa lalu yang penuh dengan kesuraman. Aku benar-benar takut tak sempat tuk berbenah diri. Naudzubillahi min dzalik..

Setengah jam beranjak dari Rumah Sakit, ternyata janji Allah telah sampai pada waktunya. Beliau yang hanya kukenal kebaikannya telah mendahului menemui Rabbul Izzati.  Dalam doaku, semoga Allah mengampuni segala dosanya serta Allah beri ganjaran syurga atas segala kebaikannya. Aku merenungi diriku. Bertanya dalam hati, kapankah giliranku kan tiba?

04  November 2015. Pemberitahuan FB mengingatkanku padanya, Bang Dodi Herianto. Sekaligus mengingatkanku tentang satu nasihat terbesar bernama kematian. Segala waktu yang telah berlalu, segala lisan yang telah terucap, segala tulisan yang terangkai, segala kesilafan yang telah terlaksana, dan kebaikan yang terpatri, segalanya takkan pernah terganti. Segalanya telah berlalu. Milikku satu-satunya hanya detik ini. Detik demi detik ke depan belum tentu menjadi bagian dari hidupku. Aku berserah diri pada-Mu, ya Rabb...

Pekanbaru, 13/11/15

(Harumi)  
Back To Top